NEWS24.CO.ID

Nasional

Satupena Jateng Bedah Pemikiran Moderasi Agama Denny JA

NEWS24.CO.ID

Satupena Jateng Bedah Pemikiran Moderasi Agama Denny JA Satupena Jateng Bedah Pemikiran Moderasi Agama Denny JA
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID - "Kembalikan agamaku, pada keramahan dan kesantunan. Kembalikan hidupku, pada kesyahduan dan keindahan"

Penggalan puisi di atas dibawakan dengan iringan gitar oleh seniman Aan Nawi. Puisi ini mengawali acara diskusi buku di Kantor Sekretarian Satupena (Perkumpulan Penulis Indonesia) Jawa Tengah, di Jalan Taman Karonsih, Ngaliyan, Semarang, Kamis (1/6/).

Tampil sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Ahmad Gaus. Ia penulis buku yang akan dibedah yang berjudul Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google (2023). 

Tampil pula Gunoto Saparie, cendekiawan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah. Gunoto juga koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Jawa Tengah.

Menurut Gaus, puisi karangan Gunoto Saparie di atas sangat kuat dan mewakili diskursus moderasi beragama yang saat ini sedang ramai disuarakan. Maka pada kesempatan itu, para pembicara secara khusus membahas isu moderasi beragama, salah satu bab di dalam buku karya Ahmad Gaus tersebut.

Baca juga : Pemain Asal Jepang Ini Bertekad Ukir Prestasi Di PSS Sleman

Dalam pembahasannya, Gunato menegaskan betapa banyak aspek kehidupan yang berubah dengan cepat di era industri 4.0 saat ini, termasuk kehidupan beragama. Lahirnya Artificial intelligence (AI), big data, chatbot, dan Internet of Things (IoT), menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh bangsa kita. 

Menurut dia, sains dan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendorong sikap terbuka dan moderat dalam beragama. Kalau tidak, agama akan kehilangan relevansinya.

Dalam buku yang sangat menarik ini, lanjut Gunoto, Gaus menguraikan pemikiran Denny JA yang menunjukkan bagaimana kompleksitas kehidupan keagamaan berubah di era disrupsi digital. 

“Data-data kuantitatif yang dikemukakan oleh Denny terjadi karena ada perubahan preferensi sumber informasi keagamaan yang tidak lagi konvensional, melainkan dari temuan sains, sehingga orang dituntut untuk bersikap terbuka terhadap berbagai sumber informasi. Ini sekaligus mendorong orang untuk bersikap moderat dalam beragama,” ujarnya.

Data-data yang dimaksud oleh Gunoto ialah temuan-temuan survei terbaru yang dikemukakan Denny JA dalam buku yang ditulis oleh Gaus seputar indeks kebahagiaan, indeks pembangunan manusia, dan indeks persepsi korupsi.

Baca juga : Bamsoet Apresiasi 51 Tahun Perjalanan Musisi Ahmad Dhani

Sementara itu penulis buku, Ahmad Gaus melihat, cara pandang yang berbeda antara Denny JA dengan para sarjana dan aktivis dalam menyikapi isu moderasi beragama yang akhir-akhir ini gencar disuarakan oleh pemerintah. Para sarjana dan aktivis pada umumnya mempersoalkan sikap resmi pemerintah dalam mengkonstruksi hubungan antaragama di tengah masyarakat. Alasannya, sudut pandang pemerintah dalam soal keagamaan biasanya konservatif.

Di masa lalu, kata dia, pemerintah melihat pentingnya moderasi beragama untuk mewujudnya stabilitas dalam menunjang pembangunan. Kerukunan nasional merupakan modal utama bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita pembangunan.

Karena tujuannya stabilitas, maka wacana tentang hubungan antaragama dikooptasi oleh negara, dan menjadi bagian integral dari politik pemerintah. Itulah yang membuat sebagian sarjana dan aktivis bersikap skeptis terhadap kebijakan moderasi beragama saat ini.

Namun menurut Gaus, posisi Denny JA berbeda. Ia menyebut bahwa langkah pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) sudah tepat menjadikan moderasi beragama sebagai kebijakan publik (public policy). 

Gaus menuturkan, negara harus hadir di tengah masyarakat dan konsisten menegakkan hukum. Setiap kekerasan terhadap keberagaman harus dihukum sehingga masyarakat melihat bahwa negara memang konsisten dalam menciptakan kultur jera bagi pelaku kekerasan dan mendorong iklim kebebasan. Namun iklim kebebasan itu tidak boleh selamanya top down melainkan harus dibangun oleh masyarakat sendiri.

Baca juga : Kemenpora Gandeng Pemkot Jakbar Bugarkan Masyarakat Dengan Senam Massal

Karena itu, Gaus sepakat dengan Denny JA bahwa keberpihakan negara pada moderasi beragama haruslah hanya sementara. Karena dalam jangka panjang negara harus netral agama.

Acara yang dipandu oleh Mohammad Agung Ridlo ini berlangsung meriah dengan munculnya beragam tanggapan dari para peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, wartawan, dan anggota Satupena Jawa Tengah. Selain itu, juga diramaikan dengan pembacaan puisi antara lain oleh Tina Nursari, Warsit MR, dan Fransisca Ambarwati.

Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, Drs. KH Taslim Syahlan yang hadir di acara tersebut menyambut gembira pelaksanaan bedah buku mengenai isu hubungan antaragama dengan kata kunci yang sangat kuat dari Denny JA bahwa agama-agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat NEWS24.CO.ID News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber : rm.id

Loading...

Related Article