NEWS24.CO.ID

Wisata

Tiga Batu Mengandung Cerita Legenda di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat

NEWS24.CO.ID

Batu Batikam, batu Angkek-angkek, dan batu Basurek di kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Batu Batikam, batu Angkek-angkek, dan batu Basurek di kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID, Batusangkar - Cerita legenda secara turun temurun terdengar di kota Batusangkar provinsi Sumatera Barat. Salah satunya ada tiga batu yang terdengar. Batu-batu ini memiliki cerita legenda yang menarik.

1. Batu Basurek

Batu ini bisa ditemukan sekitar 2 kilometer dari pusat kota Batusangkar, yakni dari pasar ke arah Istano Basa Pagaruyung, kabupaten Tanah Datar kota Batusangkar. Batu ini masih terawat dengan baik. 

Batu ini berukuran lebar 25 cm, tinggi 80 cm, ketebalan 10 cm. Diperkirakan beratnya sekitar 50 kg.  Dan ada beberapa batu dan prasasti lainnya disampingnya. 

Uniknya, pada batu terdapat tulisan Jawa kuno dengan bahasa Sansekerta. 

Meski belum diketahui siapa penulis batu tersebut, tulisan pada batu ini seakan menjelaskan kemakmuran Kerajaan Pagaruyuang di masa lalu.

Namun, prasasti ini tidak memberikan informasi mengenai batasan wilayah kekuasaan Raja Adityawarman. Apakah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung mencakup wilayah seluruh Minangkabau, atau hanya sebatas Batusangkar.

Dan, jika diteliti lebih dalam, raja-raja dari kerajaan Sumatera Barat bergaris keturunan dari Kerajaan Pagaruyung.

Menurut masyarakat, di area ini terdapat makam Raja Adityawarman, prasasti yang terdapat di area makam Raja Adityawarman terlihat elok, meskipun kebanyakan orang tidak paham dengan tulisannya.

2. Batu Batikam

Dalam bahasa Indonesia, 'batikam' artinya ditusuk. Batu Bagikan ini terdapat di Jorong Dusun Tuo, Nagari Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Batusangkar, Sumatera Barat, sekitar 4 km dari pusat kota Batusangkar. 

Menurut ceritanya batu ini ditikam oleh dua laki-laki bersaudara, yaitu Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan.

Dalam cerita turun temurun, kedua datuak ini terlahir dari rahim ibu yang sama namun ayah mereka berbeda. Ayah dari Datuak Parpatiah Nan Sabatang merupakan seorang yang cerdas dan berbudi tinggi. Sedangkan ayah dari Datuak Katumanggungan adalah orang kaya raya.

Memilki ayah dengan latar belakang berbeda menjadikan mereka memiliki nilai pandang tersendiri atas perkara yang terjadi.

Memandang status masyarakat misalnya, Datuak Parpatih berpendapat bahwa masayarakat diatur secara demokrasi. "Duduk sama rendah, bediri sama tinggi". Kesetaraan tidak ada perbedaan kasta antara anggota kerajaan dan masyarakat biasa.

Sedangkan Datuak Katumanggungan berpandangan rakyat lebih baik diatur sesuai strata. Berjenjang sama naik, bertangga sama turun. Menurut aturan dan aturan sewajarnya.

Karena selisih paham inilah dua bersaudara Datuak Parpatih Nansabatang dan Datuak Katumanggungan berdebat, karena takut saling melukai mereka melampiaskan kemarahan dengan menusukkan keris ke sebuah batu dari arah berlawanan, hingga batu itu berlubang. Batu itulah yang sampai kini dikenal sebagai Batu Batikam.

Hingga saat ini, peristiwa perkelahian Datuak Parpatih Nansabatang dengan saudaranya Datuak Katumanggungan menjadi teladan bagi masyarakat.

Walaupun tengah berselisih paham, mereka tetap tak ingin melukai saudaranya. Mereka melampiaskan kemarahannya pada benda lain, agar saudaranya tidak terluka dan amarahnya pun bisa reda.

Dan cerita ini menjadi pengetahuan dan pelajaran bagi masyarakat di Batusangkar.


3. Batu Angkek-angkek

Dalam bahasa Indonesia 'angkek' berarti angkat. Batu angkek-angkek ini terdapat di Nagari Tanjung, Sungayang, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Atau sekitar 5 km dari pusat kota Batusangkar. 

Batu Angkek-angkek sekilas terlihat seperti cangkang kura-kura. Berwarna kuning kecokelatan, tepinya sedikit megelupas hitam. Ukurannya sekitar 30x30x15 cm. 

Meskipun bentuknya tidak terlalu menarik, batu ini memiliki kesaktian yang diakui banyak orang. Tidak semua orang mampu mengangkat batu ini.

Dengan mengangkat benda ini ke atas pangkuan, seseorang dapat mengetahui keinginannya akan terkabul atau tidak. Jika berhasil mengangkatnya, maka keinginan akan terwujud. 

Sebaliknya jika tidak bisa, maka pupus sudah harapan akan terkabul. 

Sejarahnya batu ini ditemukan oleh Datuak Bandaro Kayo, saat memasang tonggak rumah. Ketika batu itu ditemukan berbagai keanehan terjadi, mulai dari gempa bumi lokal hingga hujan deras selama 14 hari 14 malam.

Melihat kejadian alam seperti ini warga kampung mengadakan musyawarah. Ketika rapat berlangsung, masyarakat dikejutkan dengan suara yang tiba-tiba terdengar, dari lubang tempat pemasangan tonggak rumah Datuak Bandaro Kayo di nagari Tanjung Sungayang.

Suara itu mengatakan ada sebuah batu di dalam lubang tonggak rumah, batu itu bernama Batu Pandapatan. Suara itu juga berpesan untuk menjaga batu tersebut dengan baik.

Setelah delapan keturunan berlalu, batu Angkek-angkek kini masih menyimpan teka-teki. 

Siapapun dapat mencoba mengangkat batu ini. Tapi, sebelum mengangkat batu ini ke atas pangkuan, ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu berwudhu, membaca niat dan berdoa. 

Batu Angkek-angkek ini disimpan di Rumah Gadang Datuak Bandaro Kayo. Pengunjung tidak dipungut biaya untuk masuk dan mengangkat batu tersebut. Hanya saja wajib memberi suvenir yang disediakan, seharga Rp 10 ribu.

Diterangkan penjaga batu Angkek-angkek ini, jika berhasil mengangkat batu ini, maka keinginannya akan terkabul, dan sebaliknya, jika tidak terangkat, maka keinginan tidak terkabul. Dan ini dipercaya banyak orang yang pernah mencobanya. []

 

Loading...

Related Article