NEWS24.CO.ID

Economy

Redenominasi Rupiah dari Rp 1.000 Menjadi Rp 1 Dianggap Belum Diperlukan

NEWS24.CO.ID

Ilustrasi Ilustrasi
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID - Sebelumnya ada wacana kebijakan redenominasi untuk mengubah uang Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal ini dilakukan untuk mendongkrak nilai rupiah terhadap dolar. 

Ungkapan yang disampaikan Emil Salim pada Kamis (17/10), mengatakan nilai rupiah akan naik dengan bertambahnya jumlah produksi dan jasa di Indonesia. Sehingga, perekonomian dan daya saing Indonesia ke berbagai negara meningkat.

"Nilai rupiah naik, kalau uang didukung oleh produktivitas masyarakat. Jadi dibalik Rp 1, ditentukan jumlah produksi dan jasa yang bisa dihasilkan oleh bangsa. Jadi kemampuan manusia menghasilkan produksi dan jasa itu memberi kekuatan kepada nilai rupiah itu," jelas Emil, di acara Dialog Ekonom Indef dan Paramadia Public Policy Industry (PPPI) di Hotel The Westin, Jakarta, dari laman detik.com (18/10).

Disebutkan Emil juga, produktivitas masyarakat yang perlu ditingkatkan, bukan mengandalkan satu kebijakan seperti redenominasi untuk mendongkrak nilai rupiah.

"Nilai rupiah adalah hasil dari naiknya produktivitas. Rupiah itu adalah uang yang didukung oleh produk, produk adalah hasil dari produktivitas manusia. Kita nggak bisa bilang, 'hey rupiah naiklah', nggak bisa. Nilai rupiah adalah akibat dari semakin kuatnya ekonomi," tutupnya.

Tapi untuk mencapai tujuan itu perlu rencana dan proses yang panjang. Mulai dari pembahasan rancangan undang-undang redenominasi, perjalanan masuk program legislasi nasional (prolegnas) sampai masa transisi hingga masa penerapan.

Penyederhanaan nilai ini bertujuan agar bisa lebih efisien, rupiah makin berdaulat dan lebih bergengsi jika dibandingkan dengan mata uang negara lain


Di sisi lain, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan batalnya rencana redenominasi rupiah atau mengilangkan sejumlah angka nol di mata uang rupiah. 

Diungkapkan JK, rencana tersebut sempat diusulkan kembali namun batal. Itu terjadi pada saat Darmin Nasution menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) yakni 2010-2013. Saat itu Indonesia tengah fokus menggarap persoalan negara lainnya, sehingga saat itu pilihan memangkas Rp 1.000 jadi Rp 1 tidak memiliki urgensi tinggi.

"Memang ada rencana merubah rupiah pada zaman Pak Darmin masih Gubernur BI. Tapi dianggap karena itu tidak urgent dibanding masalah waktu itu. Jadi direm dulu," ungkap JK pada Kamis (17/10) di acara Dialog Ekonom Indef dan Paramadia Public Policy Industry (PPPI) di Hotel The Westin, Jakarta.

Para ekonom menganggap wacana itu cara efektif untuk menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Namun, JK mengatakan bahwa nilai rupiah terhadap dolar masih jauh lebih baik dibandingkan negara-negara seperti Venezuela, Brasil, Turki dan lain-lain.

"Rupiah kita bukan yang terburuk di dunia. Itu ada Venezuela, Brasil, Turki, kemudian Afrika Selatan. Jadi tidak benar kalau rupiah kita buruk," tegas JK.


Untuk tambahan informasi, pada tahun 2017 lalu, Deputi Gubernur BI Senior, Darmin Nasution, pada saat itu mengharapkan redenominasi bisa dilaksanakan pada 2020 mendatang.

Dilakukannya penyederhanaan nominal ini bertujuan agar bisa lebih efisien, rupiah makin berdaulat, dan lebih bergengsi jika dibandingkan dengan mata uang negara lain.

Kemudian, saat Agus Martowardojo menjabat sebagai Gubernur BI juga menguatkan rencana redenominasi. Namun hingga akhir jabatan, redenominasi itu belum juga terealisasi, RUU belum jadi dan tak masuk prolegnas.


BI kini dipimpin oleh Perry Warjiyo, yang dalam paparan visi misinya akan melanjutkan rencana redenominasi rupiah. 

Perry berencana akan mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, serta meneruskan kebijakan yang lalu, yakni redenominasi rupiah.

Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang hanya dihilangkan angka nol nya saja. Jadi nilai uang tetap sama, hanya lebih sederhana saja.

Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran. Setelah itu dilanjutkan dengan penyederhanaan sistem akuntansi dan sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

 

 

Loading...

Related Article