NEWS24.CO.ID

Economy

DPR Beri Catatan Khusus Atas Rasio Utang Pemerintah

NEWS24.CO.ID

Gedung DPR/MPR RI Gedung DPR/MPR RI
https://swastikaadvertising.com/

NEWS24.CO.ID - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan catatan tersendiri atas rasio utang pemerintah pusat yang mencapai 29,81 persen atau Rp4,446 triliun dari Produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2018 sebesar Rp10,425 triliun.

"Rasio utang pemerintah pusat menjadi catatan tersendiri. (Karena) semenjak 2015 rasio utang terus mengalami peningkatan meskipun di bawah ambang batas 60 persen dari PDB sesuai UU nomor 17 tahun 2003," ujar Wakil Ketua Banggar DPR RI, Teuku Riefky Harsya saat rapat paripurna atas pembahasan RUU tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBN tahun 2018 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Pada 2015 angka rasio utang dengan PDB sebesar 27,4 persen. 2016 rasionya 28,3 persen, kemudian 2017 rasio utang 29,81 persen.

"Sampai dengan 31 Desember 2018, nilai pokok utang pemerintah sebesar Rp4,466 triliun yang terdiri dari utang luar negeri sebesar Rp2,655 triliun atau 59 persen dan utang dalam negeri sebesar Rp1,811 triliun atau 41 persen," jelasnya.

Riefky juga menyebutkan, Banggar meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan belanja subsidi yang realisasinya melebih pagu anggaran yang ditetapkan. Yakni, Rp216 triliun sedangkan pagu yang ditetapkan adalah Rp156 triliun. "Atau meningkat Rp50 triliun dari tahun 2017," jelasnya.

Hal itu diakibatkan, kata Riefky, karena pembayaran utang subsidi tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp25 triliun. "Selain itu realisasi harga minyak mentah Indonesia tahun 2018 sebesar USD67,5 per barel lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN hanya USD48 per barel," tuturnya.

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik Rachbini memperkirakan angka utang ini akan meningkat lagi lima tahun ke depan.

Sebagaimana, kebiasaan pemerintah yang menutupi angka defisit dengan hutang. “Kita harus berutang untuk menutup defisit itu. Jadi utang itu sudah menjadi hal yang umum dan addict. Sudah terjadi secara terus-menerus bagi pemerintah. Utang kata pemerintah selalu dibilang belum terlalu besar,” katanya.

Didik pun menyebutkan, dilihat dari penerimaan memang APBN kita sangat rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. "Dan pengeluaran kita boros-boros dan tidak berhasil dipakai. Ini akan bermasalah 5 tahun mendatang,” lanjutnya.

Memang pemerintah berutang, kata Didik adalah hal yang sah. Namun saat ini utang yang diterbitkan pemerintah kini tak hanya untuk membiayai pengeluaran APBN, tetapi juga membayarkan utang yang sudah jatuh tempo. Apalagi saat ini bunga utang Indonesia sudah menyentuh angka Rp300 triliun. 

“Tidak hanya berutang untuk membiayai kekurangan tapi juga utang untuk membayar utang. Ini ada problem pengeluaran. Ini sangat jelek,” jelasnya. (Bisma Rizal)

Loading...

Related Article